Minggu, 03 Juli 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN BENIGNA HIPERTROPI PROSTAT (BPH)

Keperawatan dewasa ii
Asuhan Keperawatan pada Pasien BPH





OLEH:: kelompok 9

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2011

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
BENIGNA HIPERTROPI PROSTAT (BPH)
Konsep Dasar BPH

A. Definisi

Pengertian Benigne Prostat Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/ jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo, 1994:193).
BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter.
Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak). Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.

B. Etiologi
Etiologi atau penyebab yang pasti dari terjadinya Benigne Prostat Hyperplasia sampai sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benigne Prostat Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap undangan(counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena tidak adanya keseimbangan endokrin.

Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga timbulnya Benigne Prostat Hyperplasia antara lain:

1. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostatmengalami hiperplasia.

2. Ketidakseimbangan estrogen – testoteronDengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.

3. Interaksi stroma - epitel Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan penurunan transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.

4. Penurunan sel yang matiEstrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.

5. Teori stem cellSel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.(Roger Kirby, 1994:38).

Namun menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 etiologi dari BPH adalah:

1. Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen.

2. Ketidakseimbangan endokrin.

3. Faktor umur / usia lanjut.


C. Anatomi fisiologi

Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata:

• Panjang 3.4 cm
• Lebar 4.4 cm
• Tebal 2.6 cm.

Secara embriologis terdiro dari 5 lobus:
• Lobus medius 1 buah
• Lobus anterior 1 buah
• Lobus posterior 1 buah
• Lobus lateral 2 buah
Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi satu disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.
Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari:

1. Kapsul anatomis

2. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler- Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:
• Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya
• Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatus zone
• Di sekitar uretra disebut periuretral gland

Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra. Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada orang dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba.Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan keluar cairan seperti susu.

Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu, padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan.
D. Patofisiologi
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar.

Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa: Hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS (Basuki, 2000 : 76).
Fase-fase Prostat Hyperplasia:

1. Prostat Hyperplasia Kompensata.
kompensasi oleh muskulus destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak berubah.

2. Prostat Hyperplasia Dekompensata
Kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga urine tersisa di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir. Seringkali Prostat Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine.

Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine. Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal (Sunaryo, H. 1999 : 11)


F. Manifestasi klinis

Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:
1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih
2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis.
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi:
1. Retensi urin.
2. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing
3. Miksi yang tidak puas
4. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)
5. Pada malam hari miksi harus mengejan
6. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)
7. Massa pada abdomen bagian bawah
8. Hematuria
9. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin)
10. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi
11. Kolik renal
12. Berat badan turun
13. Anemia

Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal.
Gejala Benigne Prostat Hyperplasia Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :

1. Gejala Obstruktif yaitu:
• Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
• Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
• Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
• Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
• Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.

2. Gejala Iritasi yaitu:
• Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
• Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
• Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

Derajat Benigne Prostat Hyperplasia Benigne Prostat Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan klinisnya:

1. Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa urine kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat +20 gram.

2. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya +20 – 40 gram.

3. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram.

4. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.

G. Pemeriksaan diagnostik

Pada pasien Benigna Prostat Hipertropi umumnya dilakukan pemeriksaan:

1. LaboratoriumMeliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin

2. RadiologisIntravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).

3. Prostatektomi Retro PubisPembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.

4. Prostatektomi ParinealYaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.


H. Komplikasi

1. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.
2. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi
3. Hernia / hemoroid
4. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu
5. Hematuriaf. Sistitis dan Pielonefritis

Asuhan Keperawatan
A. Fokus pengkajian
Data yang didapatkan pada pasien dengan BPH : Post Prostatektomi

1. Data subyektif:
• Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
• Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
• Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan
• Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.

2. Data Obyektif:
• Terdapat luka insisi
• Takikardi
• Gelisah
• Tekanan darah meningkat
• Ekspresi wajah ketakutan
• Terpasang kateter

Pengkajian Riwayat Keperawatan
• umur > 60 tahun
• Pola urinari : frekuensi, nocturia, disuria.
• Gejala obstruksi leher buli-buli : prostatisme (Hesitansi, pancaran, melemah, intermitensi, terminal dribbling, terasa ada sisa) Jika frekuensi dan noctoria tak disertai gejala pembatasan aliran non Obstruktive seperti infeksi.
• BPH → hematuri


Pemeriksaan Fisik

1. Abdomen: Defisiensi nutrisi, edema, pruritus, echymosis menunjukkan renal insufisiensi dari obstruksi yang lama.

2. Kandung kemih
• Inspeksi : Penonjolan pada daerah supra pubik → retensi urine
• Palpasi : Akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkan pasien ingin buang air kecil → retensi urine
• Perkusi : Redup → residual urine

3. Pemeriksaan penis: uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose meatus, striktur uretra, batu uretra/femosis.

4. Pemeriksaan Rectal Toucher (Colok Dubur) → posisi knee chest, syarat: buli-buli kosong/dikosongkan. Tujuan: Menentukan konsistensi prostat dan besar prostat.

Pemeriksaan Radiologi digunakan untuk
1. Menentukan volume Benigne Prostat Hyperplasia
2. Menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residual urine
3. Mencari ada tidaknya kelainan baik yang berhubungan dengan Benigne Prostat Hyperplasia atau tidak

Bentuk Pemeriksaan Radiologia.
1. Intra Vena Pyelografi ( IVP ) : Gambaran trabekulasi buli, residual urine post miksi, dipertikel buli.Indikasi : disertai hematuria, gejala iritatif menonjol disertai urolithiasis. Tanda BPH : Impresi prostat, hockey stick ureter

2. BOF : Untuk mengetahui adanya kelainan pada renal

3. Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk melihat ada tidaknya refluk vesiko ureter/striktur uretra.

4. USG : Untuk menentukan volume urine, volume residual urine dan menilai pembesaran prostat jinak/ganas.

5. Pemeriksaan Endoskopi.

6. Pemeriksaan UroflowmetriBerperan penting dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan obstruksi leher buli-buliQ max : > 15 ml/detik → non obstruksi10 - 15 ml/detik → border line< 10 ml/detik → obstruktif

Pemeriksaan Laboratorium

1. Urinalisis (test glukosa, bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit, Na,/K, Protein/Albumin, pH dan Urine Kultur) Jika infeksi:pH urine alkalin, spesimen terhadap Sel Darah Putih, Sel Darah Merah atau PUS.

2. RFT → evaluasi fungsi renal

3. Serum Acid Phosphatase → Prostat Malignancy.

B. Pengkajian 11 Pola Fungsional Gordon

1. Pola persepsi dan Manajemen kesehatan

Biasanya kasus BPH terjadi pada pasien laki-laki yang sudah tua, dan pasien biasanya tidak memperdulikan hal ini, karena sering mengatakan bahwa sakit yang diderita nya pengaruh umur yang sudah tua. Perawat perlu mengkaji apakah klien mengetahui penyakit apa yang dideritanya? Dan apa penyebab sakitnya saat ini?

2. Pola nutrisi dan metabolik

Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan yaitu karena efek penekanan/nyeri pada abomen (pada preoperasi), maupun efek dari anastesi pada postoperasi BPH, sehingga terjadi gejala: anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan, tindakan yang perlu dikaji adalah awasi masukan dan pengeluaran baik cairan maupun nutrisinya.

3. Pola eliminasi

Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali dialami oleh pasien dengan preoperasi, perlu dikaji keragu-raguan dalam memulai aliran urin, aliran urin berkurang, pengosongan kandung kemih inkomplit, frekuensi berkemih, nokturia, disuria dan hematuria. Sedangkan pada postoperasi BPH yang terjadi karena tindakan invasif serta prosedur pembedahan sehingga perlu adanya obervasi drainase kateter untuk mengetahui adanya perdarahan dengan mengevaluasi warna urin. Evaluasi warna urin, contoh : merah terang dengan bekuan darah, perdarahan dengan tidak ada bekuan, peningkatan viskositas, warna keruh, gelap dengan bekuan. Selain terjadi gangguan eliminasi urin, juga ada kemugkinan terjadinya konstipasi. Pada post operasi BPH, karena perubahan pola makan dan makanan.

4. Pola latihan- aktivitas

Adanya keterbatasan aktivitas karena kondisi klien yang lemah dan terpasang traksi kateter selama 6 – 24 jam. Pada paha yang dilakukan perekatan kateter tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan, klien juga merasa nyeri pada prostat dan pinggang. Klien dengan BPH aktivitasnya sering dibantu oleh keluarga.

5. Pola istirahat dan tidur

Pada pasien dengan BPH biasanya istirahat dan tidurnya terganggu, disebabkan oleh nyeri pinggang dan BAK yang keluar terus menerus dimana hal ini dapat mengganngu kenyamanan klien. Jadi perawat perlu mengkaji berapa lama klien tidur dalam sehari, apakah ada perubahan lama tidur sebelum dan selama sakit/ selama dirawat?

6. Pola konsep diri dan persepsi diri

Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu integritas egonya karena memikirkan bagaimana akan menghadapi pengobatan yang dapat dilihat dari tanda-tanda seperti kegelisahan, kacau mental, perubahan perilaku.

7. Pola kognitif- perseptual

klien BPH umumnya adalah orang tua, maka alat indra klien biasanya terganggu karena pengaruh usia lanjut. Namun tidak semua pasien mengalami hal itu, jadi perawat perlu mengkaji bagaimana alat indra klien, bagaimana status neurologis klien, apakah ada gangguan?

8. Pola peran dan hubungan

Pada pasien dengan BPH merasa rendah diri terhadap penyakit yang diderita nya. Sehingga hal ini menyebabkan kurangnya sosialisasi klien dengan lingkungan sekitar. Perawat perlu mengkaji bagaimana hubungan klien dengan keluarga dan masyarakat sekitar? apakah ada perubahan peran selama klien sakit?

9. Pola reproduksi- seksual

Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi terkadang mengalami masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya, takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim, penurunan kekuatan kontraksi saat ejakulasi, dan pembesaran atau nyeri tekan pada prostat.

10. Pola pertahanan diri dan toleransi stres

Klien dengan BPH mengalami peningkatan stres karena memikirkan pengobatan dan penyakit yang dideritanya menyebabkan klien tidak bisa melakukan aktivitas seksual seperti biasanya, bisa terlihat dari perubahan tingkah laku dan kegelisahan klien. Perawat perlu mengkaji bagaimana klien menghadapi masalah yang dialami? Apakah klien menggunakan obat-obatan untuk mengurangi stresnya?

11. Pola keyakinan dan nilai

Pasien BPH mengalami gangguan dalam hal keyakinan, seperti gangguan dalam beribadah shalat, klien tidak bisa melaksanakannya, karena BAK yang sering keluar tanpa disadari. Perawat juga perlu mengkaji apakah ada pantangan dalam agama klien untuk proses pengobatan?


C. Diagnosa Keperawatan Pre Operasi
NANDA NOC NIC

1. Retensi Urin
Domain 3: Eliminasi dan Pertukaran
Kelas 1: Fungsi urin

Defenisi: pengosongan urin yang tidak sempurna
Batasan karakteristik:
• Adanya urin yang keluar
• Distensi kantong kemih
• Disuria
• Frekuensi berkemih
• Inkontenensia yang berlebih
• Residu urin
• Sensasi dari penuhnya kantong kemih
• Urin yang keluar sedikit Hasil yang disarankan:

1. Gejala yang mencolok
Defenisi: keparahan perubahan yang merugikan yang dirasakan dalam fungsi fisik,emosi dan social
Indikator:
• Intensitas gejala
• Frekuensi gejala
• Persisten gejala
• Kerusakan mobilitas fisik
• Hubungan dengan kenyamanan
• Hubungan dengan istirahat
• Hubungan dengan takut
• Hubugan dengan cemas

2. Eliminasi urin
Defenisi: penumpukan dan perubahan urin
Indikator:
• Pola eliminasi
• Bau urin
• Jumlah urin
• Warna urin
• Intake cairan
• Kejernihan urin
• Pengosongan kandung kemih yang sempurna Intervensi yang disarankan

1. kateter urine
• Jelaskan prosedur dan rasional diberikannya intervensi
• Menyediakan peralatan kateter yang sesui standar
• Pertahankan teknik aseptic yang tepat
• Masukkan kateter retensi kedalam kandung kemih
• Gunakan ukuran kateter yang paling kecil
• Monitor intake dan output

2. Perawatan retensi urin
• Melakukan pengkajian urin secara komprehensif berfokus pada inkontenensia mis: pengeluaran urin, pola berkemih, fungsi kognitif dan masalah praeksisten urin
• Gunakan kateter urin
• Monitor masukan dan pengeluaran
• Menginstruksikan cara untuk menghindari konstipasi atau infeksi tinja
• Pantau penggunaan agen non preskripsi dengan sifat antikolinergik algonis atau alpha
• Gunakan teknik berkemih double
• Sediakan waktu cukup untuk pengosongan kandung kemih (10 mnt)

3. nyeri akut
domain 12: kenyamanan
kelas 1: kenyamanan fisik
defenisi: sensori dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh kerusakan jaringan potensial atau actual/ gambaran pada bagian yang rusak tersebut. Tiba-tiba/ memperlambat intensitas dari ringan sampai berat dengan akhir diantisipasi /diprediksi berdurasi < 6 bulan

batasan karakteristik
• Perubahan nafsu makan
• Perubahan tekanan darah
• Perubahan curah jantung
• Perubahan laju pernafasan
• Diaporesis
• Laporan verbal terhadap nyeri
• Prilaku ekspresif, seperti gelisah, merintih, meringis, kewaspadaan, lekas marah, mendesah
• Menjaga prilaku Outcome yang disarankan
• Status kenyamanan: fisik
• Tingkat ketidaknyamanan
• Kontrol nyeri
• Tingkat nyeri
• Tingkat stress
• Tanda vital 1. Manajemen Nyeri
• melakukan tidakan yang komprehensif mulai dari lokasi nyeri, karakteristik, durasi, frequensi, kualitas, intensitas, atau keratnya nyeri dan factor yang berhubungan.
• observasi isyarat ketidak nyamanan khususnya pada ketidak mamapuan mengkomunikasikan secara efektif.
• memberi perhatian perawatan analgesic pada pasien.
• menggunakan strategi komunikasi terapeutik untuk menyampaikan rasa sakit dan menyampaikan penerimaan dari respon pasien terhadap nyeri.
• mengeksplorasi pengetahuan pasien dan keyakinan tentang rasa sakit.
• mempertimbangkan pengaruh budaya pada respon nyeri.
• menentukan dampak dari pengalaman rasa sakit dari pengalaman nyeri pada kualitas hidup (tidur, nafsu makan, aktivitas, kognisi, mood, hubungan, kinerja kerja, dan tanggung jawab peran).
• memberi tahu pasien tentang hal-hal yang dapat memperburuk nyeri
• kaji pengalaman nyeri klien dan keluarga, baik nyeri kronik atau yang menyebabkan ketidaknyamanan.
• ajarkan prinsip manajemen nyeri

2. Bantuan Kontrol analgesik pada pasien
• Berkolaborasi dengan dokter,pasien dan anggota keluarga untuk memilih tipe obat bius yang digunakan.
• ajarkan pasien dan keluarga untuk memonitor intensitas,kualitas,dan durasi nyeri.
• Hindari penggunaan hidroklorida meperidin
• Pastikan pasien tidak alergi terhadap analgesic yang diberikan.
• Ajarkan pasien dan anggota keluarga bagaimana menggunakan perangkat PCA
• bantu pasien dan keluarga untuk menghitung konsentrasi obat yang tepat untuk cairan, mengingat jumlah cairan yang dikirimkan per jam mel alui perangkat PCA


Diagnosa Keperawatan Post Operasi
NANDA NOC NIC
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan invasi MO
Domain 11 : Keamanan/Perlindungan
Kelas 1 : Infeksi
Definisi : Kenaikan resiko karena diserang oleh organisme penyakit.
Faktor Resiko
• Mendapatkan kekebalan yang tidak adekuat
• Pertahanan utama yang tidak adekuat (e.g., kerusakan kulit, jaringan yang luka, pengurangan dalam tindakan, perubahan pada sekresi PH, mengubah gerak peristaltic)
• Pertahanan kedua yang tidak adekuat (pengurangan hemoglobin, leucopenia, respon yang menekan sesuatu yang menyebabkan radang)
• Pertambahan pembukaan lingkungan pada pathogen
• Penekanan imun
• Prosedur yang bersifat menyerang
• Tidak cukupnya pengetahuan untuk menghindari pembukaan pada pathogen
• Malnutrisi
• Agen farmasi (ex: zat yang menghambat reaksi imun)
• Trauma/luka berat
• Destruksi jaringan Hasil yang disarankan:
• Integritas diameter jalan masuk.
• Konsekuensi keadaan yang tak bergerak : Fisiologi
• Status imun
• Kebiasaan imunisasi
• Pengetahuan : Kontrol infeksi
• Status nutrisi
• Kontrol resiko
• Kontrol resiko : Penyakit Seksual Menular (PSM)
• Deteksi resiko
• Integritas jaringan : Kulit dan selaput lendir
• Kebiasaan pengobatan : Sakit atau luka
• Penyembuhan luka: Tujuan utama
• Penyembuhan luka: Tujuan kedua

1. Kontrol infeksi
Definisi :Meminimalkan pendapatan dan transmisi dari infeksi.
Tindakan :
• Alokasikan dengan tepat kekakuan pasien dengan indikasi pedoman CDC.
• Bersihkan lingkungan sekitar setelah digunakan pasien.
• Ganti peralatan pengobatan pasien setiap protocol/ pemeriksaan.
• Batasi jumlah pengunjung/pembezuk.
• Ajarkan mencuci tangan untuk memperbaiki kesehatan pribadi.
• Ajarkan teknik mencuci tangan yang benar.
• Ajarkan pengunjung untuk mencuci tangan saat masuk dan meninggalkan kamar pasien.
• Gunakan sabun anti mikroba untuk mencuci tangan dengan benar.
• Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan pada pasien.
• Gunakan aturan umum.
• Gunakan sarung tangan sebagai pengaman yang umum.
• Gunakan sarung tangan yang bersih.
• Gosok kulit pasien dengan alat anti bakteri dengan tepat.
• Bersihkan dan siapkan tempat sebagai persiapan untuk prosedur infasi/pembedahan.
• Jaga lingkungan agar tetap steril selama insersi di tempat tidur.
• Jaga lingkungan agar tetap steril ketika mengganti saluran dan botol TPN.
• jaga kerahasiaan klien ketika melakukan pemeriksaan invasif
• Ganti peripheral IV dan balutan berdasarkan petunjuk CDC.
• Pastikan keadaan steril saat menangani IV.
• Pastikan teknik perawatan luka yang tepat.
• Gunakan kateter untuk mengurangi kejadian infeksi kandung kemih.
• Dorong/ajarkan cara nafas dalam dan batuk yang benar.
• Tingkatkan pemasukkan nutrisi yang tepat.
• Tingkatkan pemasukancairan yang tepat.
• Banyak istirahat.
• Lakukan terapi antibiotic yang tepat.
• Ajarkan pasienuntuk memakan antibiotic sesuai resep.
• Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-tanda dan gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya pada tim kesehatan.

2. Perlindungan terhadap infeksi
Definisi: Pencegahan dan pendeteksian dini pada pasien yang beresiko infeksi.
Tindakan :
• Memeriksa sistem dan tanda-tanda dan gejala-gejala infeksi.
• Mengontrol mudahnya terserang infeksi.
• Mengontrol jumlah granulosit, WBC, dan hasil yang berbeda.
• Mengikuti pencegahan dengan neutropenic.
• Membatasi jumlah pengunjung/pembezuk.
• Membersihkan pengunjung dari penyakit yang dapat menular.
• Menjaga kebersihan pasien yang beresiko.
• Melakukan teknik isolasi.
• Memberikan perawatan kulit yang tepat pada daerah edema.
• Melihat kondisi kulit dan membrane mukosa yang memerah, hangat dan mengelupas.
• Melihat kondisi luka bedah.
• Mendapatkan pemeliharaan sesuai kebutuhan.
• Meningkatkan kebutuhan nutrisi yang cukup.
• Mendorong pemasukan cairan.
• Meningkatkan istirahat.
• Mendorong pernafasan dalam dan batuk.
• Memberikan agen imunisasi.
• Menginstruksikan pasien menggunakan antibiotic sesuai resep.

4. nyeri akut
domain 12: kenyamanan
kelas 1: kenyamanan fisik
defenisi: sensori dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh kerusakan jaringan potensial atau actual/ gambaran pada bagian yang rusak tersebut. Tiba-tiba/ memperlambat intensitas dari ringan sampai berat dengan akhir diantisipasi /diprediksi berdurasi < 6 bulan
batasan karakteristik
• Perubahan nafsu makan
• Perubahan tekanan darah
• Perubahan curah jantung
• Perubahan laju pernafasan
• Diaporesis
• Laporan verbal terhadap nyeri
• Prilaku ekspresif, seperti gelisah, merintih, meringis, kewaspadaan, lekas marah, mendesah
• Menjaga prilaku Outcome yang disarankan
• Status kenyamanan: fisik
• Tingkat ketidaknyamanan
• Kontrol nyeri
• Tingkat nyeri
• Tingkat stress
• Tanda vital 3. Manajemen Nyeri
• melakukan tidakan yang komprehensif mulai dari lokasi nyeri, karakteristik, durasi, frequensi, kualitas, intensitas, atau keratnya nyeri dan factor yang berhubungan.
• observasi isyarat ketidak nyamanan khususnya pada ketidak mamapuan mengkomunikasikan secara efektif.
• memberi perhatian perawatan analgesic pada pasien.
• menggunakan strategi komunikasi terapeutik untuk menyampaikan rasa sakit dan menyampaikan penerimaan dari respon pasien terhadap nyeri.
• mengeksplorasi pengetahuan pasien dan keyakinan tentang rasa sakit.
• mempertimbangkan pengaruh budaya pada respon nyeri.
• menentukan dampak dari pengalaman rasa sakit dari pengalaman nyeri pada kualitas hidup (tidur, nafsu makan, aktivitas, kognisi, mood, hubungan, kinerja kerja, dan tanggung jawab peran).
• memberi tahu pasien tentang hal-hal yang dapat memperburuk nyeri
• kaji pengalaman nyeri klien dan keluarga, baik nyeri kronik atau yang menyebabkan ketidaknyamanan.
• ajarkan prinsip manajemen nyeri

4. Bantuan Kontrol analgesik pada pasien
• Berkolaborasi dengan dokter,pasien dan anggota keluarga untuk memilih tipe obat bius yang digunakan.
• ajarkan pasien dan keluarga untuk memonitor intensitas,kualitas,dan durasi nyeri.
• Hindari penggunaan hidroklorida meperidin
• Pastikan pasien tidak alergi terhadap analgesic yang diberikan.
• Ajarkan pasien dan anggota keluarga bagaimana menggunakan perangkat PCA
bantu pasien dan keluarga untuk menghitung konsentrasi obat yang tepat untuk cairan, mengingat jumlah cairan yang dikirimkan per jam mel alui perangkat PCA

1 komentar: